JAKARTA – Ratusan kali razia dan pengawasan ketat rupanya tak cukup ampuh membendung melimpahnya makanan kadaluwarsa di pasar. Menjelang lebaran ini, makanan kedaluwarsa kembali ditemukan di sejumlah pasar tradisional dan supermarket. Modus penjualan tetap konvensional, di lego murah atau dijual melalui paket parcel.
Tidak hanya menjual makanan kedaluwarsa, pebisnis makanan juga diketahui melakukan kecurangan lain. Yakni menjual daging sisa makanan hotel. Daging olahan itu diambil dari sampah dan didaur ulang sebelum di jual dengan harga murah. Praktik menjual makanan laknat ini mendapat sorotan tajam Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla.
Wapres mengatakan, pemerintah tidak akan sekedar melakukan razia dan memberangus makanan kedaluwarsa. Toko atau pengusaha makanan-minuman (mamin) yang ketahuan menjual mamin tak layak konsumsi, diancam sanksi keras.
“Menjual makanan minuman tak layak konsumsi sangat merugikan masyarakat. Yang ketahuan menjual pasti akan kena sanksi berat,’’ terang Wapres di Kantor Wapres, Jakarta, kemarin (12/9).
Sanksi ini perlu diberikan mengingat produk mamin kedaluwarsa yang beredar masih banyak. Minggu ini saja, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DKI Jakarta telah menyita lebih dari 80 produk mamin tak layak konsumsi yang ditemukan di dua toko swalayan.
“Razia akan makin gencar dilakukan. Pemerintah melalui Disperindag dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) harus meningkatkan sidak,’’ kata Wapres. Tidak hanya penjual, pembeli yang tahu ada mamin kedaluwarsa dijual tapi tidak segera melapor juga akan kena sanksi. “Pembeli juga bisa kena sanksi bisa tahu tapi tidak melapor,’’ tambah wapres asal Partai Golkar itu.
Sebab itu, Wapres minta masyarakat meningkatkan kewaspadaan. Caranya, kata wapres, masyakarat diminta melihat dulu expire date-nya. “Jangan beli (kalau sudah kedaluwarsa), kemudian lapor,’’ imbaunya.
Meski wapres belum menyebut secara tegas sanksi yang diberikan, namun para penjaja mamin haram ini bisa dikenai sanksi dimejahijaukan. Mereka bisa dituduh melanggar Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen No 8/1999 dan UU No 7/1996 tentang Pangan, dengan ancaman kurungan lima tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar.
Pengawasan tingkat tinggi juga dijanjikan BPOM. Menurut Kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin Akib, sebenarnya BPOM telah memperketat pengawasan perdagangan produk mamin di kota-kota di Indonesia. Kegiatan pengawasan meliputi razia makanan rusak dan kedaluwarsa. “Produk mamin kedaluwarsa dan rusak yang ditemukan diperjualbelikan di pasaran, dimusnahkan. Produsen serta distributornya diproses secara hukum,’’ papar Husniah.
Husniah menambahkan, intensitas pengawasan memang ditingkatkan selama Ramadan ini. Tradisi mengirim parcel pada saat Hari Raya Idul Fitri antar relasi, kata dia, biasanya menjadi sasaran empuk para penjual mamin nakal yang memasukkan barang rusak dan kedaluwarsa ke parcel.
“Kalau di bungkus dalam parcel, konsumen kerap mengabaikan tanggal kedaluwarsa produk yang masuk dalam paket parcel tersebut. Makanya harus hati-hati sebelum membeli,’’ kata Husniah. Bersama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan di tiap provinsi, BPOM berjanji akan meneliti jenis makanan kedaluwarsa dan tidak layak diperdagangkan dari hasil razia sebelumnya.
Beragam mamin kedaluwarsa yang dijual di pasar antara lain susu milk milik salah satu produsen terkenal, biskuit, mi, bumbu masak, makanan dalam kaleng, daging dan ikan dalam kemasan, dan lain-lain. ‘’Yang kita razia semuanya. Dari mal yang modern hingga pasar tradisional,’’ katanya.
Tidak hanya disuguhi mamin kedaluwarsa. Masyarakat juga dijejali menu daging busuk yang berasal dari sisa hotel dan rumah makan. Pengusaha daging olahan ini kulak (ambil daging)-nya dari sampah. Penjual daging busuk olahan ini berhasil digerebek Dinas Peternakan dan Perikanan bekerjasama dengan Polres Jakarta Barat.
Daging yang berasal sari limbah hotel dan rumah makan itu di daur ulang atau digoreng lagi sebelum di jual. Daging yang dijual adalah gading sapi, daging ayam, dan ikan. Adalah Darno,50, warga Jalan Peternakan I RT04/07 Kapuk, Cengkareng, salah satu penjual makanan ini.
Darno kini telah ditangkap aparat kepolisian Polres Jakarta Barat. Sebenarnya, Darno sudah mendapat larangan menjual makanan ini dari Subdin Peternakan dan Perikanan Pemkot Jakarta Barat. Namun tidak dihiraukan. Akibat perbuatannya, Darno dilaporkan polisi. Dan polisi menangkapnya, saat Darno ketangkap tangan sedang asyik meracik ramuan dagingnya itu.
Menurut Kasat Narkoba Polres Jakarta Barat Kompol Adex Yudiswan, Darno ditangkap di rumahnya saat tengah memasak daging olahan pada pukul 22.00 WIB. Dari tangan tersangka petugas menyita barang bukti berupa dua bungkus daging ayam, satu bungkus ikan yang sudah digoreng ulang dan zat pewarna.
“Polisi masih melakukan pengembangan. Bisa saja jaringan ini sudah meluas. Kami memperoleh informasi ada beberapa lokasi yang disinyalir mengolah bahan makanan ini,’’ kata Adex. Akibat perbuatannya, Darno dijerat UU Kesehatan No 23 tahun 993 pasal 80 ayat 4 yakni, barang siapa dengan sengaja mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar dan persyaratan dan membahayakan kesehatan diancam pidana kurungan selama 15 tahun penjara atau denda Rp 300 juta.
Adex berharap, semua pejabat di masing-masing daerah juga mewaspadai hal ini. Sebab bisa jadi, bisnis semacam ini sudah menyebar ke beberapa kota di Indonesia. Tidak hanya di DKI Jakarta. “Yang harus kita lakukan, meningkatkan kewaspadaan. Penjualan makanan seperti ini sangat merugikan masyarakat,’’ katanya. Peringatan Adex ini penting, sebab Darno telah menjual daging sampah itu kurang lebih sejak lima tahun silam.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, tindakan menjual kembali sisa daging dan makanan bekas restoran dan hotel itu merupakan tindakan kriminal yang psikopat. Selain penadahnya, Tulus meminta polisi juga menangkap oknum di internal restoran dan hotel yang menjual sisa daging dan makanan itu. “Selain penadah, oknum di dalamnya juga harus ditangkap. Pasti ada mafia kecil yang menjalankan bisnis jual beli itu,” ujarnya.
Menurut dia, bisnis gelap seperti itu sebenarnya terjadi dimana-mana. Bahkan dia menduga juga melibatkan restoran-restoran makan cepat saji made-in Amerika. Bedanya, yang dijual biasanya minyak bekas menggoreng ayam. Setelah dipakai oleh restoran cepat saji, minyak gorng bekas itu kemudian dijual oleh oknum internal kepada pedagang-pedagang kaki lima. “Itu gila, yang pasti barang bekas pakai itu sudah tidak sehat,” tandasnya.
Dia menilai, terjadi penjualan sisa restoran atau hotel tersebut terjadi secara simbiosis mutualisme (saling menguntungkan). Pihak restoran atau hotel berkepentingan menjual barang bekas itu karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk pembuangan limbah. Sedangkan sang pembeli berkepentingan untuk mendapatkan barang berharga murah. “Seperti juga rumah sakit itu menjual limbahnya kemana, itu perlu ditelusuri,” jelasnya. (yun/noe/wir/jpnn)
0 komentar:
Posting Komentar